Rabu, 27 Agustus 2008

"MODEL BARU KEJAHATAN POLITIK SBY - KALLA"


Oleh. Agus Riza Hisfani* 

Demonstrasi mahasiswa yang tergabung dalam acara TALI GENI (Temu Aktivis Lintas Generasi) pada tanggal 24 juni 2008 di DPR-RI dan Unika ATMAJAYA Jakarta yang diklaim sebagai demonstrasi anarkis oleh pemerintahan SBY-Kalla melalui keterangan polisi merupakan bodel baru kejahatan politik pemerintahan SBY-Kalla. mengapa saya sebut sebagai model baru kejahatan politik....? karena SBY-Kalla masih bernafsu untuk duduk dikursi kekuasaan pada PEMILU 2009, serta kejahatan politik ini sebagai bentuk perlindungan SBY-Kalla agar bisa lari dari tanggung jawab terhadap keputusan gila dengan menaikkan harga BBM.

Bila Soeharto menutupi kebusukannya dengan memperbanyak hutang, hutang dan hutang pada luar negeri yang tidak jelas jluntrungnya. kini junior-junior (SBY-Kalla) Soeharto juga mengulangi hal yang sama dalam menutupi penderitaan rakyat dan mempermulus kebusukannya, meskipun kejahatan politik yang diterapkan oleh juniornya memakai model yang berbeda dari Soeharto itu sendiri. SBY-Kalla dalam menerapkan kejahatan politiknya lebih halus dari pada Soeharto, namun kejahatan politik SBY-Kalla lebih kejam dari pada Soeharto. karena kejahatan politik SBY-Kalla lebih menekankan pada perubahan yang continue dan konferhensif terhadap konstruk pemikiran rakyat Indonesia. hal ini bisa dibuktikan bagaimana kejahatan politik tersebut dilakukan oleh SBY-Kalla.

1.PEMBENTUKAN MENTAL RAKYAT BUDAK

a. BLT
Mengapa BLT saya sebut sebagai bentuk kejahatan politik SBY-Kalla. karena skenario dibalik manisnya bantuan tunai tersebut akan membentuk konstruk pemikiran dan sikap konsumtif. bila ini berlanjut terus menerus, maka mental rakyat Indonesia akan menjadi budak. jika sudah demikian SBY-Kalla dan para elit politik sangat mudah untuk mengambil aset-aset milik rakyat serta mempermainkan hak-hak rakyat. 

b. PNPM
PNPM pada dasarnya merupakan solusi alternatif untuk memberdayakan kreatifitas produksi rakyat dalam semua sektor. namun kembali lagi produk PNPM yang dikembangkan pemerintahan SBY-Kalla masih dijalankan setengah hati. hal ini dapat terbukti tidak adanya tim khusus (independent)yang mengawasi jalanya PNPM itu sendiri. baik yang berkenaan dengan rentetan kran-kran aliran dana, maupun ketika dana tersebut diterima oleh masyarakat. di gunakan untuk apa dan bagaimana laporanya tidak jelas. bila pemerintahan SBY-Kalla mengelak dengan berdalih sudah ada laporan, seharusnya pemerintahan SBY-Kalla juga mengklarifikasi apakah laporan itu realistis atau rekayasa. karena kasus rekayasa laporan berkenaan dengan aliran dana PNPM banyak sayatemui di daerah-daerah terpencil seperti di Kecamatan Sumobito, Kecamatan Peterongan dan kabupaten maupun kecamatan yang memang jauh dari pusat pemerintahan SBY-Kalla. 
namun hal ini bukan berarti kesalahan mutlak dari orang-orang kabupaten maupun kecamatan. bagi saya mereka (kabupaten dan kecamatan -red;) tidak akan melakukan penyelewengan bila ada pemeriksaan yang ketat dari pusat, serta hukuman yang berat dikenakan pada pelaku penyelewengan itu sendiri.  

2.PENGALIHAN KONSENTRASI ATVOKASI DAN PERHATIAN RAKYAT

Pengalihan konsentrasi yang saya maksud disini adalah ketika SBY-Kalla memberikan putusan yang tidak membela rakyat (menyiksa rakyat) maka untuk mengalihkan konsentrasi tersebut SBY-Kalla menggerakkan sebagian elemen masyarakat yang mampu untuk menarik perhatian rakyat pada saat itu agar konsentrasi rakyat tidak tertuju pada penderitaan yang mereka alami. 
Pengalihan konsentrasi rakyat ini juga memakai kekuatan media. Baik media profokatif (elemen masyarakat), media cetak dan media elektronik yang memiliki kekuatan untuk merubah konsentrasi rakyat pada saat itu. Hal ini dapat dibuktikan ketika rakyat dalam kondisi menderita dengan kenaikan harga BBM, SBY-Kalla mengalihkan issu tersebut pada kejadian 1 juni 2008 di Monas (kejadian kekerasan oleh FPI). Melalui FPI, SBY-Kalla mampu mengalihkan perhatian rakyat seketika itu juga. Di kantor-kantor para elit politik sampai di warung tegal, pejabat hingga tukang becak pun memperbincangkan pro dan kontra kejadian Monas. Dengan demikian konflik yang terjadi akan beralih pada tataran elemen masyarakat, bukan pada kebijakan pemerintah SBY-Kalla lagi.  

3.PENUDUHAN KEJAHATAN PADA SIAPAPUN YANG MENGATVOKASI RAKYAT

Rakyat banyak belajar dari tragedi Semanggi pada tahun 1998 untuk menganalisa kebusukan-kebusukan elit politik. Namun gerakan kebebasan rakyat melalui demonstrasi-demonstrasi kini mulai dibekukan melalui pencitraan bahwa demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan oleh rakyat ditunggangi oleh kepentingan elit, atau demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan oleh rakyat itu anarkis. Demonstrasi-demonstrasi yang chaos dengan aparat kepolisian selalu diklaim sebagai demonstrasi anarkis yang mengganggu ketertiban umum. Kejadian di UNAS, UKI, dan gerakan mahasiswa pada 24 juni 2008 yang demo di DPR-RI diklaim oleh SBY-Kalla sebagai demo anarkis dan pelaku demo dijadikan tersangka yang kemudian dipaksa untuk memakai gelar pelaku kejahatan.

Bila mengutip perkataan Rizal Ramli "Lebih anarkis mana demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan mahasiswa dan rakyat dengan keputusan gila SBY-Kalla untuk menaikkan harga BBM". Jawaban dari pertanyaan Rizal Ramli ini tidak akan mampu dijawab oleh SBY-Kalla. Karena mereka tahu (SBY-Kalla) bahwa keputusan mereka lebih anarkis dari demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan mahasiswa dan rakyat.Pemaksaan gelar yang dilakukan SBY-Kalla melalui aparat polisi juga terjadi pada demonstrasi yang terjadi di DPR-RI dan Unika ATMAJAYA Jakarta pada 24 Juni 2008. Ada lima orang yang dipaksa untuk mengaku sebagai tersangka atau pelaku kejahatan tragedi di DPR-RI dan Unika ATMAJAYA Jakarta pada 24 Juni 2008 tersebut. Mereka adalah : Jefri Firdaus Silalahi, Marsahala Napitupulu, Andri Richard Firnandus, Ramson Posgoro Purba, dan Agus Bintoro.
Kelima orang diatas dipaksa oleh aparat kepolisian untuk mengaku sebagai tersangka dan memakai gelah penjahat. Khusus untuk Agus Bintoro yang statusnya mahasiswa aktif di UMY (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) yang ditangkap di stasiun kereta api Jatinegara Jakarta pada 25 Juni 2008 pukul 20.30 WIB bersama 19 mahasiswa UMY, 3 mahasiswa STAI ARRosyid Surabaya dan 3 mahasiswa UNAS Jakarta digelandang di Polda Metro Jaya Jakarta dalam keadaan sehat. Namun berselang dua hari dalam proses pemeriksaan, tepatnya 27 Juni 2008 Agus Bintoro mengalami berbagai tekanan psikologis, apalagi ketika nanti dalam tahanan sudah pasti Agus Bintoro akan mendapatkan berbagai siksaan dari kepolisian. 

Di satu sisi saya membenarkan tindakan aparat keamanan yang melakukan penangkapan terhadap mahasiswa yang terlibat dalam kejadian tersebut. Namun disisi lain saya sangat mengecap tindakan aparat kepolisian yang selalu membenarkan tindakan kekerasan yang dilakukan untuk memaksa para mahasiswa mengaku sebagai tersangka. 
Seharusnya profesionalitas aparat kepolisian tidak dinodai oleh kekerasan-kekerasan yang mereka benarkan dalam memproses sebuah kasus mahasiswa yang ikut dalam demonstrasi. Karena tindakan-tindakan aparat kepolisian tersebut akan memancing kemarahan-kemarahan mahasiswa yang kemudian akan memilih jalan chaos dalam setiap demonstrasi yang mereka lakukan. Dan seharusnya aparat kepolisian banyak belajar dari tragedi Semanggi 1998.
Akan tetapi aparat kepolisian selalu membenarkan tindakan anarkis yang mereka lakukan untuk menangkap serta memproses para mahasiswa. Apakah orang-orang yang berseragam atau memiliki jabatan sebagai aparat keamanan dihalalkan untuk menganiaya para mahasiswa..? saya kira tidak sehasurnya seperti itu. Namun akan terlihat ganjal bila masyarakat membandingkan antara kejadian 24 Juni 2008 di DPR-RI dan Unika ATMAJAYA Jakarta dengan kejadian 1 Juni 2008 di Monas. 
Bila kita bandingkan kejadian 24 Juni 2008 di DPR-RI dan Unika ATMAJAYA Jakarta dengan kejadian 1 Juni 2008 di Monas sangatlah berbeda jauh. Letak perbedaan tersebut ada pada cara dan proses pengamanan yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam menangani demonstrasi masa. Demonstrasi mahasiswa di DPR-RI dan Unika ATMAJAYA Jakarta pada 24 Juni 2008 polisi bersikap agresif dan menghalalkan setiap kekerasan yang dilakukan oleh aparat. Baik dalam menangkap maupun memproses para mahasiswa di kantor-kantor aparat kepolisian. Namun polisi seolah-olah buta ketika mengamankan bentrokan di Monas pada 1 Juni 2008. Padahal aparat kepolisian tahu dengan mata kepala mereka sendiri ketika Laskar FPI memukul dan menganiaya anggota AKKBB.
Mengapa terjadi ketimpangan perlakuan oleh aparat kepolisian tersebut. Karena aparat kepolisian sudah terlibat secara langsung dalam permainan kepentingan politik SBY-Kalla. Aparat kepolisian bertindak agresif dan menghalalkan kekerasan dalam menangkap demonstrasi para mahasiswa, karena gerakan mahasiswa mengancam kedudukan dan transparansi kebusukan SBY-Kalla selaku big bos (SBY-Kalla) mereka. Berbalik ketika kita melihat tindakan aparat kepolisian dalam menangkap atau mengamankan tindak kekerasan yang dilakukan oleh Laskar FPI terhadap AKKBB. Aparat kepolisian cenderung mengambil sikap diam dan seolah-olah buta ketika Laskar FPI memukul anggota AKKBB. Mengapa demikian, karena Laskar FPI menjalankan kepentingan busuk politik big bos (SBY-Kalla)mereka untuk mengalihkan perhatian kenaikan harga BBM. Ya sudah sewajarnya bila aparat kepolisian melindungi temannya (Laskar FPI). 
Inilah realitas model baru kejahatan politik para penguasa Bangsa. Bila rakyat acuh-takacuh terhadap dirinya sendiri dan mahasiswa diam, maka jangan harap politik di Indonesia ini akan berjalan dengan bersih. Justru yang ada adalah bersih dalam label dan kemasannya, namun sangat kotor dan menjijikkan isinya.


Nama : Agus Riza Hisfani*
TTL : Jombang, 17 Agustus 1984
Alamat : Jln. Raya Lontar 132 sambikerep Surabaya
Telp : 081331440023
Sekolah : STAI AR-ROSYID Surabaya

Saat ini masih aktif dalam PK. PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) AR-ROSYID Cabang Surabaya sebagai Ketua dan IMAKIPSI (Ikatan Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Seluruh Indonesia) sebagai SEKDA (Sekretaris Daerah) Jawa Timur  
   

Tidak ada komentar: